Kata “mafia” umum nya dikenal luas di dunia kriminal. Kata ini cenderung akan berkaitan dengan perilaku menyimpang yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok. Dari sekian banyak hal yang berhubungan dengan kata mafia ini, maka dalam beberapa bulan terakhir, kita dihangatkan dengan merebak nya “mafia hukum”. Artinya, ditengah-tengah keinginan politik Pemerintah untuk membangun sebuah Gerakan Indonesia Bersih, ternyata di sisi yang lain, kita masih menemukan kiprah dari oknum aparat penegak hukum, yang masih “tojaiah” dengan semangat yang ingin kita gapai. Untuk itu, agar spirit yang cukup mulia untuk memerangi korupsi, sekaligus melahirkan para pendekar hukum yang mumpuni, maka kita wajib untuk terus-menerus memperjuangkan nya, dengan tetap mengedepankan gerakan2 nyata seirama dengan apa yang didambakan.
Perang melawan “mafia hukum”, sudah waktu nya dijadikan gerakan nasional. Gerakan yang selayak nya dimulai dari Istana Negara, kemudian menukik hingga ke daerah, tampaknya tidak mungkin dapat ditawar-tawar atau kita tunda-tunda lagi. Semangat ini harus terus digemakan. Kita, selaku anak bangsa, tidak boleh ragu sedikit pun untuk mendukung “political will” yang telah dikampanyekan oleh para pejuang hukum dan keadilan selama ini. Kita wajib tegar dan berani menawarkan langkah-langkah nyata dan bukan lagi dalam tataran wacana. Kita luncurkan terobosan-terobosan positif untuk melawan nya. Dan kepada kita pun pasti dititipi amanah untuk segera mewujudkan nya.
Masih adanya praktek-praktek mafia hukum, baik itu yang dirancang oleh para “makelar” yang akhirnya melibatkan juga aparat penegak hukum, seolah-olah menjadi terbuka, transparan dan “telanjang”, seusai kasus Anggodo mengemuka dalam kehidupan kita sehari-hari. Dari rekaman yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi itulah, kita dapat mendengar langsung adanya “persekongkolan” antara penegak hukum dengan mereka yang terlibat masalah hukum. Kita juga dapat mendengar dengan telinga sendiri adanya “kekuatan” mafia hukum yang mampu “menghitam-putihkan” hukum dan keadilan di negeri ini. Benarkah hukum dan keadilan dapat diperjual-belikan ? Benarkah soal keadilan dan hukum layak dijadikan komoditas perdagangan ? Jawaban nya tegas : TIDAK !!! Hukum dan keadilan harus selalu kita muliakan. Kita mesti konsisten dengan apa-apa yang telah menjadi komitmen sebagai bangsa. Dan kita pun tentu saja harus konsisten dengan apa yang diperjuangkan.
Senin, 25 Januari 2010
Mengoptimalkan Reformasi Layanan Publik
Mengoptimalkan Reformasi Layanan Publik
Kinerja Kepolisian Negara Republik Indonesia sekarang sudah berbenah diri dari layanan satu atap sampai fasilitas penunjang lainya, seperti yang dilakukan oleh jajaran Polda Metro Jaya.
Polda Metro Jaya menerapkan layanan Mobil keliling guna perpanjangan STNK, SIM dan lain sebagainya, di masing-masing wilayah terdapat mobil Polisi dari Polda yang siap melayani masyarakat Jakarta dalam mengurus surat kendaraan bermotor.Namun semua layanan tadi masih kurang optimal bila mana perilaku serta SDM anggota kepolisian kurang menunjang. Dari sekian banyak wilayah Polda Metro Jaya dan kesemuanya itu masih terdapat aroma KKN yang sangat kental dan berindikasi korupsi.
Walau selama ini komisi pemberantasan korupsi (KPK) pernah menyoroti serta tidak langsung di sana, namun semuanya hanya gebrakan sesaat saja. Sebagai contoh kecil di wilayah Polda Metro Jaya atau Gedung Biru (SAMSAT) bisa kita jumpai tulisan anti mengunakan jasa layanan calo, namun anehnya kok malah banyak dimanfaatkan oleh orang dalam sendiri, baik PNS (oknum: Pegawai Negeri Sipil) dan oknum anggota kepolisian itu sendiri.
Karena apa dari sumber yang berkembang layanan, calo sekarang lagi diberantas namun sangat sulit untuk mengambil tindakan Hal itu dikarenakan ada semacam keterkaitan orang dalam Polda.
Seperti layanan yang berada di kantor Samsat,banyak berkas bermasalah,pemohon atau biro jasah sudah ada kesepakatan tertentu oleh oknum di loket,agar berkas yang di urus tidak ada masalah cuman hanya tidak ada KTP, di sinyalir di samsat sudah bisa melalui proses KTP tembakan.agar proses bisa lancar dan berkas bisa tetap selesai seperti umum nya.dan di loket BBN (Biaya Balik Nama) II Jakarta, lain wilayah dikenakan biaya administrasi 150 ribu rupiah, meskipun itu lain daerah tetap dilayani di DII. IT II loket fice call-pembuatan yang seharusnya gratis, malah dikenakan biaya Rp. 20.000 – 25.000.
Lantai 1 loket TU/ arsip yang seharusnya layanan bebas biaya dikenakan biaya tidak pasti, tergantung kesepakatan masih terdapat loket siluman yang berada di ruang cleaning service. Di lingkungan Polda Metropolitan, aroma pungli masih ada, bahkan selama ini pemberitaan mengenai Polda Metro Jaya yang berbau kritik membangun seolah angin lalu saja.
Hal ini yang menjadi kendala untuk bisa mengoptimalkan layanan publik di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Bila selama ini tranparansi pelayanan publik itu dijalankan sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku, maka sudah pasti masyarakat akan mengkikis habis pandangan negatif terhadap aparat kepolisian akan kembali kepada mental dan pribadi Polisi secara utuh (sesuai kaidah konstitusi kepolisian), atau malah bertahan yang selama ini sudah buruk di mata masyarakat, atau melangkah ke arah untuk yang lebih baik dan lebih maju, sehingga dengan sendirinya animo masyarakat akan memandang positif di tubuh kepolisian. Semoga ke depan harapan masyarakat bisa terlaksana.
Polda Metro Jaya menerapkan layanan Mobil keliling guna perpanjangan STNK, SIM dan lain sebagainya, di masing-masing wilayah terdapat mobil Polisi dari Polda yang siap melayani masyarakat Jakarta dalam mengurus surat kendaraan bermotor.Namun semua layanan tadi masih kurang optimal bila mana perilaku serta SDM anggota kepolisian kurang menunjang. Dari sekian banyak wilayah Polda Metro Jaya dan kesemuanya itu masih terdapat aroma KKN yang sangat kental dan berindikasi korupsi.
Walau selama ini komisi pemberantasan korupsi (KPK) pernah menyoroti serta tidak langsung di sana, namun semuanya hanya gebrakan sesaat saja. Sebagai contoh kecil di wilayah Polda Metro Jaya atau Gedung Biru (SAMSAT) bisa kita jumpai tulisan anti mengunakan jasa layanan calo, namun anehnya kok malah banyak dimanfaatkan oleh orang dalam sendiri, baik PNS (oknum: Pegawai Negeri Sipil) dan oknum anggota kepolisian itu sendiri.
Karena apa dari sumber yang berkembang layanan, calo sekarang lagi diberantas namun sangat sulit untuk mengambil tindakan Hal itu dikarenakan ada semacam keterkaitan orang dalam Polda.
Seperti layanan yang berada di kantor Samsat,banyak berkas bermasalah,pemohon atau biro jasah sudah ada kesepakatan tertentu oleh oknum di loket,agar berkas yang di urus tidak ada masalah cuman hanya tidak ada KTP, di sinyalir di samsat sudah bisa melalui proses KTP tembakan.agar proses bisa lancar dan berkas bisa tetap selesai seperti umum nya.dan di loket BBN (Biaya Balik Nama) II Jakarta, lain wilayah dikenakan biaya administrasi 150 ribu rupiah, meskipun itu lain daerah tetap dilayani di DII. IT II loket fice call-pembuatan yang seharusnya gratis, malah dikenakan biaya Rp. 20.000 – 25.000.
Lantai 1 loket TU/ arsip yang seharusnya layanan bebas biaya dikenakan biaya tidak pasti, tergantung kesepakatan masih terdapat loket siluman yang berada di ruang cleaning service. Di lingkungan Polda Metropolitan, aroma pungli masih ada, bahkan selama ini pemberitaan mengenai Polda Metro Jaya yang berbau kritik membangun seolah angin lalu saja.
Hal ini yang menjadi kendala untuk bisa mengoptimalkan layanan publik di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Bila selama ini tranparansi pelayanan publik itu dijalankan sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku, maka sudah pasti masyarakat akan mengkikis habis pandangan negatif terhadap aparat kepolisian akan kembali kepada mental dan pribadi Polisi secara utuh (sesuai kaidah konstitusi kepolisian), atau malah bertahan yang selama ini sudah buruk di mata masyarakat, atau melangkah ke arah untuk yang lebih baik dan lebih maju, sehingga dengan sendirinya animo masyarakat akan memandang positif di tubuh kepolisian. Semoga ke depan harapan masyarakat bisa terlaksana.
Langganan:
Postingan (Atom)